JDIH DPRD Kab. Wonogiri

Komisi IV Gelar Publik Hearing Raperda Inisiatif Tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak

[masterslider id=”47″]
Komisi IV DPRD Kabupaten Wonogiri pada hari Rabu (5/2) bertempat di Gedung Graha Paripurna DPRD Kabupaten Wonogiri menggelar Publik Hearing Penyusunan Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak.

Acara ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan kegiatan jaring asmara yang telah dilaksanakan sebelumnya pada tanggal 27 dan 28 Januari 2020 di Kecamatan Manyaran dan Kecamatan Girimarto, sebagai sarana partisipasi, peran dan interaksi masyarakat dengan pemerintah, agar lebih terbuka dan transparan dalam rangka perumusan kebijakan yang akan dituangkan dalam Raperda Inisiatif tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak.

Ketua DPRD Kabupaten Wonogiri, Setyo Sukarno dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Ketua DPRD Siti Hardiyani SE, MM, menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Komisi IV DPRD Wonogiri sebagai Komisi Pengusul yang telah menginisiasi Raperda ini. ”DPRD Kabupaten Wonogiri, mendukung sepenuhnya langkah Komisi IV yang mengajukan Raperda inisiatif tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak,” tegas Siti Hardiyani.

Hadir dalam acara ini diantaranya Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Wonogiri, Jajaran Forkopimda, Kantor Kementerian Agama, perwakilan tenaga ahli dari UNNES Semarang, OPD terkait, para camat, Perwakilan kepala Desa, Perwakilan Guru, Kepala Sekolah, Perwakilan Osis, Himpaudi, TP PKK, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat yang peduli terhadap persoalan anak.

Ketua Komisi IV, Sriyono mengemukakan bahwa sudah sedemikian pentingnya dibentuk payung hukum untuk mengurangi tingkat kekerasan yang terjadi pada anak. Adanya kasus kekerasan terhadap anak di awal tahun 2020 membuat Komisi IV dan OPD terkait sepakat dan berkomitmen kuat mengawal penyusunan Raperda inisiatif ini untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan rasa aman bagi pemenuhan hak anak di Kabupaten Wonogiri.

Predator paling besar bagi anak saat ini adalah kemajuan teknologi informasi, yang masuk tidak lagi hanya di kota, di kampung, di desa bahkan masuk ke ruang-ruang kamar dan jika dibiarkan terus menerus akan mempengaruhi pola pikir anak. Hal inilah yang menimbulkan ancaman bagi anak yang bisa melahirkan generasi yang antisosial dan minim interaksi sosial.
“Ini baru bagian terkecil dari masalah yang akan timbul. Selain kekerasan seperti tindak pidana kriminal, kenakalan, bullying hingga menjurus pada kekerasan seksual. Ini yang harus disadari semua stake holder, dikarenakan pada saat ini pembangunan yang ada sebagian besar masih berorientasi pada pembangunan ekonomi dan orang-orang dewasa saja.” jelas Saru Arifin, tenaga ahli LPPM Unnes.

“Pembangunan berbasis anak harus segera diimplementasikan di Kabupaten Wonogiri. Pembangunan yang mengintegrasikan komitmen semua stakeholder, Pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, dunia pendidikan, dunia usaha dan keluarga. Hitam putih generasi anak kita menjadi tanggung jawab kita semua.” imbuhnya.